Sabtu, 25 Juni 2016

Aku Tidak Punya Teman

Aku Tidak Punya Teman Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Jam menunjukan pukul 06.55. Seorang gadis muda tampak berlari-lari dari arah barat. Hampir saja ia terjatuh ketika tersandung sebuah batu kecil. Ia terus berlari walau ia tahu bahwa jalanan licin karena hujan semalam. Hingga tiba ia di sebuah tikungan sempit dalam gang dan ia terpeleset, alhasil kali ini ia jatuh dengan sukses. Namun tak menunggu waktu lama, ia segera bangkit, membersihkan rok panjangnya sebentar dan berlari kembali. Sampai juga ia di tempat yang dituju, sekolah.

“Pak satpam tunggu sebentar! Jangan ditutup dulu gerbangnya.” katanya dengan wajah panik saat melihat satpam sekolahnya menutup gerbang depan.
“Oh, kamu Nessa, sudah berapa kali kamu terlambat minggu ini, hah?! Sebenarnya aku enggan mengijinkan anak yang terlambat walau hanya satu menit untuk masuk. Tapi kali ini kau ku bolehkan masuk dan ingat, tak ada toleransi lagi lain kali.” pak satpam yang terkenal galak itu membuka gerbang kembali dan mengijinkan gadis itu masuk.
“Terimakasih banyak pak!” teriak gadis itu kegirangan sambil berlari masuk kelas. Sekilas Nessa melirik Rio, teman basketnya yang menawan.

Vanessa Alexandra Ibrahim merupakan nama lengkap dari Nessa, gadis yang sekarang duduk di kelas XI SMA. Ia anak pertama dari lima bersaudara, semua adiknya laki-laki. Ia tinggi kurus berkulit sawo matang dengan potongan rambut pendek lurus hampir seperti anak lelaki. Sudah beberapa hari ini ia datang terlambat ke sekolah,
... baca selengkapnya di Aku Tidak Punya Teman Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Jumat, 24 Juni 2016

Memahami Keunikan Diri

Memahami Keunikan Diri Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Oleh: Agus Riyanto

Artikel ini saya tulis untuk mencoba menjawab pertanyaan sahabat pembaca yang masuk via email. Terima kasih bagi sahabat yang telah mengajukan pertanyaan, sehingga kita bisa sharing yang semoga ada manfaatnya. Pertanyaan yang diajukan cukup panjang, namun akan saya kemukakan di sini intinya saja.

Inti pertanyaan yang dimaksud adalah apakah manusia itu dilahirkan dengan kemampuan otak yang sama atau berbeda? Tentang kreativitas seseorang, kenapa antara yang satu dengan yang lain berbeda. Kenapa ada yang “wah” dan ada yang “biasa-biasa” saja? Tentang beberapa bangsa di bumi ini; kenapa ada yang bisa menciptakan peradaban dan teknologi tinggi, tapi kita tidak atau belum bisa demikian. Apa karena makanannya, lauknya, minumannya, orangtua atau keluarganya, atau semua itu karena takdir? Begitulah kira-kira rasa penasaran yang diungkapkan oleh sahabat tersebut.

***

Kemajuan hidup bisa kita peroleh dari seberapa besar atau seberapa sulit pertanyaan yang ingin kita jawab dalam kehidupan ini. Maksudnya diri kita yang menjadi jawaban pertanyaan kita sendiri. Misalnya pertanyaan, “Apakah semua orang memiliki kesempatan sukses yang sama?” Kita bisa menjawabnya dengan apakah diri
... baca selengkapnya di Memahami Keunikan Diri Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Selasa, 21 Juni 2016

Tong Tong

Tong Tong Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

“Tong.. tong..”, bunyi gong kecil dari kejauhan. Terlihat seorang pria separuh baya yang sedang mengayuh gerobak kecil dengan box berisi jajanan di hadapannya melewati jalan di depan deretan rumah. Gedebug.. gedebug.. suara langkah dan teriakan memanggil-manggil ibunya begitu jelas di telinga dari radius 3 meter. Anak-anak kecil yang sedang asik bermain egrang berlari berhamburan menuju rumah mereka.

Tini kecil yang sedang asik bermain pun ikut-ikutan berlari pulang ke rumah. Langkah kakinya langsung lurus menuju dapur menemui emaknya yang sedang menggoreng pisang. Dia memegangi tangan emaknya sambil melompat-lompat kecil dengan mata yang berbinar-binar. Seperti sedang mencoba mengambil hati emaknya karena menginginkan sesuatu yang sudah menunggu di luar sana.

“Mak, aku belikan itu ya?”, ucap Tini sambil cengengesan pada emaknya.
“Itu apa?”, jawab emaknya sedikit menoleh.
“Itu yang tong tong itu”, jawabnya
“Itu jamu, pahit!”, jawab emaknya singkat dengan pandangan tidak bergeser dari penggorengan di depannya.

Tini terdiam mendengar jawaban emaknya, tertunduk dengan wajah datar dan bibirnya yang sengaja dimonyongkan. Dia terlihat sedih dan kecewa dengan jawaban emaknya, tapi sengaja
... baca selengkapnya di Tong Tong Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Minggu, 19 Juni 2016

Menjadi Pemenang Sejati (Local Wisdom 9)

Menjadi Pemenang Sejati (Local Wisdom 9) Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Oleh: Agung Praptapa

Kompetisi di dunia kerja semakin hari semakin ketat. Ada yang bilang jaman sekarang ini jaman very tight competition, atau kompetisi yang super ketat. Tidak puas dengan itu, ada yang kemudian menyebutnya dengan hypercompetition, atau kompetisi yang sudah luar biasa hebatnya, yang sudah pol-polan. Sudah gila-gilaan. Yang penting menang. Yang penting mendapatkan yang kita mau. Caranya bagaimana sudah tidak lagi menjadi pertimbangan. Ada yang nyogok, ada yang melacurkan diri, ada yang membunuh, ada yang pakai black magic, duh….”udah edan full” begitu mungkin kalau boleh meminjam istilah Mbah Surip. Gila-gilaan.

Untungnya,di tengah “kegilaan” kompetisi tersebut, masih ada orang yang memilih berkompetisi secara wajar, fair, berdasarkan kompetensi dan prestasi. Kompetisi ya kompetisi, namun pakai cara yang baik dong. Mau menang ya boleh saja, semua orang juga pingin menang, tapi yang fair dong. Kalu menang ya harus elegan. Kalau bisa, kita win-win saja lah. I’m happy, you are happy (ini dalam konotasi positif loh ya…). Tapi kalau memang harus ada yang kalah, kita tetap harus menjaga martabat yang kalah.

Kearifan local jawa mengajarkan kita agar dalam berkompetisi bisa “nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasorake”. Nglurug artinya adalah
... baca selengkapnya di Menjadi Pemenang Sejati (Local Wisdom 9) Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Senin, 13 Juni 2016

Jagad Walikan



Tertera dalam Suluk Linglung suatu ketika Sunan Kalijaga bertekad pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Di tengah perjalanan dia dihentikan oleh Nabi Khidir. Sunan dinasehati agar tidak pergi sebelum tahu hakikat ibadah haji agar tidak tersesat dan tidak mendapatkan apa-apa selain capek. Mekah yang ada di Saudi Arabia itu hanya simbol dan MEKAH YANG SEJATI ADA DI DALAM DIRI. 

Dalam suluk wujil disebutkan sebagai berikut:

NORANA WERUH ING MEKAH IKI, ALIT MILA TEKA ING AWAYAH, MANG TEKAENG PRANE YEN ANA SANGUNIPUN, TEKENG MEKAH TUR DADI WALI, SANGUNIPUN ALARANG, DAHAT DENING EWUH, DUDU SREPI DUDU DINAR, SANGUNIPUN KANG SURA LEGAWENG PATI, SABAR LILA ING DUNYA.

MESJID ING MEKAH TULYA NGIDERI, KABATOLLAH PINIKANENG TENGAH, GUMANTUNG TAN PACACANTHEL, DINULU SAKING LUHUR, LANGIT KATON ING NGANDHAP IKI, DINULU SAKING NGANDHAP, BUMI ANENG LUHUR, TINON KULON KATON WETAN, TINON WETAN KATON KULON IKU SINGGIH TINGALNYA AWELASAN.

(Tidak tahu Mekah yang sesugguhnya. Sejak muda hingga tua, seseorang tidak akan mencapai tujuannya. Saat ada orang yang membawa bekal sampai di Mekah dan menjadi wali, maka sungguh mahal bekalnya dan sulit dicapai. Padahal, bekal sesungguhnya bukan uang melainkan KESABARAN DAN KESANGGUPAN UNTUK MATI. KESABARAN DAN KERELAAN HIDUP DI DUNIA. Masjid di Mekah itu melingkar dengan Kabah berada di tengahnya. Bergantung tanpa pengait, maka dilihat dari atas tampak langit di bawah, dilihat dari bawah tampak bumi di atas. Melihat yang barat terlihat timur dan sebaliknya. Itu pengelihatan yang terbalik).

Maksudnya, bahwa ibadah haji yang hakiki adalah bukanlah pergi ke Mekah saja. Namun lebih mendalam dari penghayatan yang seperti itu. Ibadah yang sejati adalah pergi ke KIBLAT YANG ADA DI DALAM DIRI SEJATI. Yang tidak bisa terlaksana dengan bekal harta, benda, kedudukan, tahta apapun juga. Namun sebaliknya, harus meletakkan semua itu untuk kemudian meneng, diam, dan mematikan seluruh ego/aku dan berkeliling ke kiblat AKU SEJATI. Inilah Mekah yang metafisik dan batiniah. 

Memang pemahaman ini seperti terbalik, JAGAD WALIKAN.

Dunyo iki wis tuo



Dunyo iki Wes Tuo 

Primbon jowo nate kondo
lek dunyo iki umure wes tuo,
menungso gak podo rumongso,
mbendino nglakoni doso,
Akeh prawan dadi rondo
akeh rondo lahirno putro
akeh putro wani karo wong tuo
ono masjid ra tau di sobo
di jak ibadah mesti semoyo
sing meneng berarti kulino,
yo tooo… ^_^
hohohoho...

wis to, dang podo tobato,
Selak kiamat teko...lan
mumpung durung di tumpakno kreto jowo,
seng rOdane rupo menungso,
jujukane omah guo,
ijen ra nduwe konco
Sepi tanpo suoro
turu tanpo kloso
wes to pokok'e gak iso opo opo..

Pesenku mareng Panjenengan sedoyo...
yen nyemplong neroko jo lali hpne di gowo yo...
supoyo iso smsan karo konco- konco,,hohoho..

Sabtu, 11 Juni 2016

BABAGAN NGELMU

Ora beda karo ilmu nalar, ngelmu ‘cipta-rasa-karsa’ uga ana tataran cendhek lan dhuwure.
Ana manungsa kang nalare dhedhel sing bodhone ora karu-karuwan, pijer nunggak sing sekolah. Semono uga ing bab ngelmu ‘cipta-rasa-karsa’ ya ana sing maju lan ana singsendhet ora mundhak babar bisan senajan wis meguru neng pirang-pirang para sepuh. Malah-malah wis nglakoni laku pirang-pirang werna uga ora ana kaundhakane.

Akeh-akehe padha nganggep menawa ngudi ngelmu ‘cipta-rasa-karsa’ iku padha karo wong ngudi ilmu pengetahuan. Bakune karep sing kenceng thok. Kamangka banget bedane. Menawa ngudi ilmu sing dibutuhake pancen ‘kekarepan’ utawa ‘cita-cita’ (semangat). Dene ngudi ngelmu sing dibutuhake malah menebake ‘kekarepan’ murih bisa ‘ênêng’ lan ‘êning’. Bisane ‘ênêng’ lan ‘êning’ iku disranani ‘laku’ lan butuh ‘kas kang nyantosani setya budya pangekesing dur angkara’ (niat kang mantep nduweni budi luhur). Dadine, kang luwih dhisik kudu diduweni kanggo ngudi ngelmu iku ‘budi luhur’.

Ngudi ngelmu ora bisa menawa mung kanggo ‘pelarian’ jalaran semplah kelangan semangat ngadhepi urip. Upamane, rekasa golek pegaweyan (golek sandhang pangan) njur nekuni ‘ngelmu kebatinan’. Panganggepe, nek wis nglakoni ‘lakubrata’ werna-werna njur gampang entuk pegaweyan utawa gampang rejekine. Modhel pelarian sing kaya mangkene iki akeh banget tinemu ing tengahing bebrayan.

Salah kaprah panemu liyane, ‘ngelmu’ iku bisa kanggo mrantasi pirang-pirang perkara. Ing antarane kanggo nylametake dhiri saka tumindak salah lan ala. Upamane, murih ora kena ‘jerat hukum’ sawise korupsi njur nglakoni ‘lakubrata’ utawa golek ‘backing spiritual’ marang ‘sesepuh’. mBok menawa wae pancen ana kasekten-kasekten sing bisa kanggo kepentingan kang mangkono. Nanging kasekten kang mangkono iku dudu ‘ngelmu urip’ kang ‘bener-becik-pener’.

Salam 3 S
Teguh Rahayu Wilujeng

Filosofi Gunungan

Disebut gunungan karena bentuknya seperti gunung yang ujung atasnya meruncing. Melambangkan kehidupan manusia, semakin tinggi ilmu kita dan bertambah usia, harus semakin mengerucut (golong gilig) manunggaling Jiwa, Rasa, Cipta, Karsa dan Karya dalam kehidupan kita. Singkatnya, hidup manusia ini untuk menuju yang di atas (Tuhan).

Gunungan merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya.

Gapura dan dua penjaga pada Gunungan Wayang Kulit Asli (Cingkoro Bolo dan Bolo Upoto), lambang hati manusia ada dua hal yaitu baik dan buruk. Tameng dan godho yang mereka pegang dapat di intrepertasikan sebagai penjaga alam gelap dan terang.

Hutan (pohon) dan binatang pada Gunungan Wayang Kulit, lambang dari berbagai sifat dan tabiat manusia.

Pohon yang tumbuh menjalar keseluruh badan dan ke puncak Gunungan Wayang Kulit melambangkan segala budi-daya dan perilaku manusia harus tumbuh dan bergerak maju (dinamis) sehingga bisa bermanfaat serta mewarnai dunia dan alam semesta ( Urip iku obah, Obaho sing ngarah-arah). Pohon itu juga melambangkan bahwa Tuhan telah memberi pengayoman dan perlindungan bagi manusia yang hidup di dunia ini.

Burung pada Gunungan Wayang Kulit melambangkan manusia harus membuat dunia dan alam semesta menjadi indah dalam spiritual maupun material.

Banteng pada Gunungan Wayang Kulit melambangkan manusia harus kuat, lincah, ulet dan tanguh.

Kera pada Gunungan Wayang Kulit melambangkan mausia harus mampu memilih dan memilah antara baik-buruk, manis-pahit seperti halnya kera pintar memilih buah yang baik, matang dan manis, sehingga diharapkan kita bertindak yang baik dan tepat ( bener tur pener).

Harimau pada Gunungan Wayang Kulit melambangkan manusia harus menjadi Pemimpin bagi dirinya sendiri (punya jati diri) sehingga harus mampu bertindak bijaksana dan mampu mengendalikan nafsu serta hati nurani untuk menuju yang lebih baik dan maju, sehingga bisa bermanfaat untuk diri sendiri, orang lain dan alam semesta. Karena bila manusia tidak mampu menjadi Pemimpin bagi dirinya sendiri dan tidak mampu mengendalikan diri sendiri akan berakibat fatal dan semua akan hancur musnah seperti halnya Gunungan wayang bila dibalik akan menjadi berwarna merah menyala (terbakar).

Gambar kepala raksasa pada Gunungan Wayang Kulit melambangkan manusia dalam kehidupan sehari-hari mempunyai sifat rakus, jahat seperti setan.

Gambar ilu-ilu Banaspati (jin atau setan) pada bagian belakang Gunungan Wayang Kulit melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat dapat mengancam keselamatan manusia.

Gambar samudra pada Gunungan Wayang Kulit melambangkan pikiran manusia.

Gambar rumah joglo (gapuran) pada Gunungan Wayang Kulit melambangkan suatu rumah atau negara yang didalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram, dan bahagia.

Semoga Bermanfaat
Teguh Rahayu Wilujeng

Jumat, 10 Juni 2016

Menyelamlah !!!

Pak Tua, apa sebenarnya yang membuat bapak bgt semangat dan terkesan santai ( tdk ngoyo ) menjalani hidup ini, ” aku berseloroh “. Mas, Urip kwi nggur ” sawang sinawang ” sergah pak Tua. Donyo brono dudu ukuran seng biso ndadekno menungso urip bungah utowo seneng, bgt pak Tua menambahkan.

Urip kwi biso digawe gampang ugo biso digawe susah.

Intine ” Gampange wong Urip kwi, Uripe wong Gampang.
Angele wong Urip kwi Uripe wong Angel “.Intine Susah lan seneng kwi ono njerone awake dhewe, dudu onok njabane awak dadine nek jarene piwulang Agomo, Surgo lan Neroko iku yo neng njerone awake dhewe seng wes diraksakno saiki dudu mengko lek wes tumekaning pati.

Sebelum pak Tua melanjutkan pembicaraannya, aku menyela…” Loh, bukannya di dalam Kitab Suci dikatakan bahwa Surga dan Neraka bisa ditemui di alam akherat nanti pak??? “. Pak Tua menimpali, Lo iku lak jarene Tulisan nok Kitab Suci, opo sampeyan percoyo karo tulisan???. Perkataan pak Tua ini membuatku tertarik untuk melanjutkan diskusi sambil cangkruk di bale panjang sambil ditemani suguhan wedang Kopi.

 Dengan semangat akupun melanjutkan pertanyaan seperti di bawah ini :

Santri Gundhul : Mengapa orang mesti beragama?
Nelayan Tua : Siapa yang mengatakan mesti?

Santri Gundhul : Sejak kecil aku dinasehati untuk menjadi orang yang taat beragama, karena hanya dengan demikian orang akan masuk surga. Lebih khusus, lagi, aku juga diajari bahwa hanya yang memeluk Islam yang bakal masuk surga.
Nelayan Tua : He, he…dan engkaupun percaya?

Santri Gundhul : Mau tidak mau, karena hanya dengan begitu aku bisa masuk surga. Siapa yang tak ingin masuk surga?
Nelayan Tua : Lantas, apa yang kau maksud dengan surga?

Santri Gundhul : Menurut berita yang kuterima, itu adalah sebuah tempat yang teramat indah, yang didalamnya ada kebun yang indah, sungai mengalir di bawahnya, dan yang paling menarik..ada bidadari-bidadari yang teramat cantik…
Nelayan Tua : Ooooo….jadi engkau berjuang menjadi pemeluk agama yang taat agar bisa menikmati semua itu?

Santri Gundhul : Ya, kurang lebih begitu….
Nelayan Tua : Bagaimana jika semua itu tak ada? Apakah engkau masih akan taat beragama?

Santri Gundhul : aku belum memikirkannya….
Nelayan Tua : Ternyata…engkau itu pribadi yang tak ikhlash..kau berbuat sesuatu karena ada maunya…ada pamrih

Santri Gundhul : Bukan begitu…aku hanya mengikuti apa yang diajarkan kepadaku….
Nelayan Tua : He, he…kini engkau berkilah……Tapi baiklah…apakah yang mengajarkanmu demikian, pernah melihat surga? Apakah mereka tahu pasti bahwa surga itu ada?

Santri Gundhul : aku tak yakin..yang kutahu..mereka mengatakan surga itu ada karena itulah yang dikatakan Kitab Suci…
Nelayan Tua : Oh..jadi, diapun belum pernah tahu dan melihat sendiri…..

Santri Gundhul : Lalu apa salahnya..bukankah yang dikatakan Kitab Suci itu pasti benar?
Nelayan Tua : Yang bilang salah siapa? aku hanya ingin tanya, apakah pemahamanmu, dan pemahaman orang-orang yang mengajarimu tentang yang dikatakan di dalam Kitab Suci itu pasti benar?

Santri Gundhul : Kalau boleh jujur, kemungkinannya bisa benar ya bisa salah…
Nelayan Tua : Lalu, apa yang bisa menjadi tolak ukur bahwa pemahaman itu benar atau salah…

Santri Gundhul : Bukankah..pemahaman terhadap Kitab Suci itu sudah baku? Bukankah semua ulama memahami bahwa memang surga itu seperti yang dikatakan di dalam kitab suci, dan bahwa itu hanya diperuntukkan bagi orang Islam?
Nelayan Tua : Itulah masalahnya….kamu menganggap sesuatu yang cuma merupakan pemahaman, persepsi, hasil olah pikiran, sebagai sebuah kebenaran yang mutlak dan baku…

Santri Gundhul : Lalu…bagaimana semestinya…?
Nelayan Tua : Mari kita bicara tentang sebuah samudera. Menurutmu, bagaimana caranya agar kita bisa tahu tentang samudera itu? Apakah kita sudah punya alat untuk mengetahuinya?

Santri Gundhul : Dengan mataku, aku bisa melihat permukaan samudera yang biru…kadang aku bisa melihat kapal berlayar di permukaan samudera itu…
Nelayan Tua : Baik…lalu apa yang ada di balik permukaan samudera itu? Ada apa di kedalamannya?

Santri Gundhul : aku bisa menduga-duga dengan pikiranku..mungkin di dalamnya banyak ikan…mungkin juga ada terumbu karang..atau barangkali ada kapal selam….
Nelayan Tua : Apakah pasti demikian yang ada di dalam samudera?

Santri Gundhul : Ya belum tentu…..
Nelayan Tua : Satu2nya cara untuk mengetahui apa yang sesungguhnya ada di dalam samudera itu kamu harus menyelam..kamu harus masuk ke kedalaman….

Santri Gundhul : Tentu saja…
Nelayan Tua : Lalu, bagaimana caranya agar kamu bisa tahu hakikat surga?

Santri Gundhul : Pertama, aku sekadar mempercayai apa yang dikatakan oleh orang yang menurutku pintar…Kedua, aku gunakan akalku untuk menduga-duga seperti apa surga itu…Tapi, jelas, aku memang tak akan tahu banyak tentang surga jika begitu…Yang paling mungkin membuat aku tahu kebenaran surga..ya aku harus masuk dulu ke situ..aku harus menyaksikannya langsung….
Nelayan Tua : Lalu apa yang menghalangimu untuk melakukannya?

Santri Gundhul : Bukankah itu tak perlu? Bukankah sudah ada kitab suci? Bukankah sudah ada ulama yang membimbing kita?
Nelayan Tua : Kalau kau tak lakukan, kau tak akan pernah tahu kebenaran sesungguhnya…kau hanya akan terus dalam praduga, prasangka….bahkan sejatinya, kau juga tak akan tahu apakah yang selama ini kau yakini, yang kau terima sebagai ajaran dari sekian banyak orang yang kau anggap pandai itu, benar atau salah….

Santri Gundhul : Kamu benar…..tapi mungkinkah?
Nelayan Tua : Di dalam dirimu…sesungguhnya ada pintu gerbang untuk mengetahui hakikat kebenaran yang selama ini tersembunyi?

Santri Gundhul : aku tak pernah mendengar hal itu…
Nelayan Tua : Ha..ha…ha….

Santri Gundhul : Mengapa tertawa..
Nelayan Tua : Kau naif sekali…Kau yakin sekali sebagai pemilik tunggal surga, tapi hal sepele begitupun kau tak tahu…

Santri Gundhul : Ajari aku….aku sadar bahwa aku memang naif..
Nelayan Tua : Untuk bisa menemukan gerbang itu..kau harus melakukan banyak hal: kau harus singkirkan kedengkian, amarah, keserakahan, dan berbagai keburukan lainnya dari dalam hatimu…
Lalu, kau sering-seringlah memasuki alam keheningan..buat pikiranmu diam sejenak..biarkan dirimu berhubungan dengan suara di dalam hatimu…Berikutnya…kau harus berbuat baik kepada semua yang ada di sekitarmu…termasuk kepada pepohonan, bebatuan, langit, penghuni langit, tetangga, leluhur, dan semuanya…

Santri Gundhul : Berat sekali….
Nelayan Tua : Ha, ha..begitu saja sudah berat kok yakin jadi pemilik surga….

Santri Gundhul : Dalam hati aku misuh misuh pada diriku sendiri…Diampuuuuuuttt…aku memang GEMBLUNG..!!.
Nelayan Tua : Ya sudah, berhubung sudah larut kita akhiri jagongan ini, istirahat dulu bukannya besok kau akan menyelam??? nanti kau akan tahu sendiri keindahan di dalam laut setelah kau menyelaminya sendiri bukan dari cerita2 yg dutuliskan orang lain dlm buku.
Santri Gundhul : Baik pak, terima kasih sudah bersedia menemani dan mengantarkan saya menyelam besok pagi.

Teguh Rahayu Wilujeng

Dadio BANYU... ojo dadi WATU

Leluhur masyarakat Jawa memiliki beraneka filosofi yang jika dicermati memiliki makna yang begitu dalam. Tetapi, anehnya filosofi yang diberikan oleh para leluhur itu saat ini dinilai sebagai hal yang kuno dan ketinggalan jaman.

Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Contoh filosofi dari para leluhur/nenek moyang masyarakat Jawa.

“Dadio banyu, ojo dadi watu” (Jadilah air, jangan jadi batu).

Kata-kata singkat yang penuh makna. Kelihatannya jika ditelaah memang manungso kang nduweni manunggaling roso itu harus tahu bagaimana caranya untuk dadi banyu.
Mengapa kita manusia ini harus bisa menjadi banyu (air)?

Karena air itu bersifat menyejukkan. Ia menjadi kebutuhan orang banyak. Makhluk hidup yang diciptakan GUSTI PANGERAN pasti membutuhkan air. Nah, air ini memiliki zat yang tidak keras. Artinya, dengan bentuknya yang cair, maka ia terasa lembut jika sampai di kulit kita.

Berbeda dengan watu (batu). Batu memiliki zat yang keras. Batu pun juga dibutuhkan manusia untuk membangun rumah maupun apapun. Pertanyaannya, lebih utama manakah menjadi air atau menjadi batu? Kuat manakah air atau batu?

Orang yang berpikir awam akan menyatakan bahwa batu lebih kuat. Tetapi bagi orang yang memahami keberadaan kedua zat tersebut, maka ia akan menyatakan lebih kuat air.

Mengapa lebih kuat air daripada batu? Jawabannya sederhana saja, Anda tidak bisa menusuk air dengan belati. Tetapi anda bisa memecah batu dengan palu.

Artinya, meski terlihat lemah, namun air memiliki kekuatan yang dahsyat. Tetes demi tetes air, akan mampu menghancurkan batu.

Dari filosofi tersebut, kita bisa belajar bahwa hidup di dunia ini kita seharusnya lebih mengedepankan sifat lemah lembut bak air.

Dunia ini penuh dengan permasalahan. Selesaikanlah segala permasalahan itu dengan meniru kelembutan dari air.

Janganlah meniru kekerasan dari batu. Kalau Anda meniru kerasnya batu dalam menyelesaikan setiap permasalahan di dunia ini, maka masalah tersebut tentu akan menimbulkan permasalahan baru.

Semoga Bermanfaat

Salam 3 S
Teguh Rahayu Wilujeng

Sesaji Kembang Setaman

Conto luhure peradaban Jawa, yaiku tradisi sesaji ing malem Jumuwah Kliwon utawa Selasa Kliwon.
Wujude sesaji ‘kembang setaman’ kang ing esuke disebar ing prapatan dalan utawa plataran omah. Akeh kang nganggep laku budaya iki klenik, tahayul, lan syirik. Nanging coba tak aturi nyimak rapal mantrane nyebar kembang, mangkene:

“Ora nyebar kembang, nanging nyebar kabecikan. Gusti Ingkang Maha Kuwasa keparengna Paduka paring kawilujengan lan karahayon dhumateng sedaya titah Paduka ingkang langkung ing prapatan (plataran) punika.

” Lha mbok wujud gendruwo, coro, utawa kirik sing liwat katut disuwunake keslametan lan karahayon. Mangga dipenggalih maning son..... aja kaya kuwe lah..... :-D :-D

Salam 3 S
Teguh Rahayu Wilujeng

Serat Wulang Reh

Serat Wulang Reh
karya Paku Buwana II


Pangkur

/1/ poma sira ngawruhana, éling-éling manungsaning Hyang Widhi, kang samya kang ngudi tuwuh, sedaya nora béda, tuwuh iku apan kathah liripun, ana cukul ing sesawah, ana cukul ing mas picis.

bersungguh-aungguhlah untuk kau ketahui, sadarlah bahwa manusia milik Tuhan, juga semua yang tumbuh berkembang, semua tidak berbeda, sesuatu yang tumbuh berkembang itu banyak bentuknya, ada yang tumbuh di persawahan, ada yang berkembang dari uang emas.

/2/ ana cukul ing derajat, atenapi cukul ingkang kasektin, myang cukul ing bongsa luhur, ingkang satunggal-tunggal, awiwita nora sangking nalar busuk, undhaking ing saban – saban, amarga sangking berbudi.

ada yang tumbuh dalam kepangkatan, tidak terkecuali tumbuh dalam hal kesaktian, serta tumbuh sebagai golongan orang luhur, yang satu lagi, mulailah dengan tidak membiarkan kebodohan, perkembangan yang setiap waktu (terjadi), karena dari sifat murah hati.

/3/ kathah lelepéyan ira, utamané wuruking mata kuping, rahina wengi kadulu, datan sah kapiyarsa, gunging urip sedaya pan amrih ontung, untungé wong anéng donya, malah ta ginawa mati.

banyak kelalaianmu, terutama pelajaran bagi mata dan telinga, siang malam yang dilihat, adalah yang tidak sah, seluruh manusia semua menginginkan untung, keberuntungan orang di dunia, bahkan dibawa mati.

/4/ néng donya tanpa cilaka, néng ngakérat lestari kadya nguni, apa sapratingkahipun, sayekti nora béda, malah-malah yén ing gesang during migruh, wewalesing nalar mulya,ngakérat pesthi (17)pinanggih.

di dunia tanpa celaka, di akherat lestari seperti dulu, apa pun yang dilakukan, benar-benar tidak berbeda, bahkan apabila ketika masih hidup belum meninggalkan kewajiban, balasannya kemulyaan pikiran, pasti bertemu di akhirat.

/5/ myang saturun-turun tedhak, anglabeti sangking penggawé becik, yén cubluk ing uripipun, amesthi tur cilaka, néng ngakérat melarat kebacut-bacut, cures ponang turun tedhak, ajember awor lan najis.

dan seluruh keturunannya, mendapat kebahagiaan juga karena perbuatan baik tersebut, apabila bodoh dalam kehidupannya, pasti celaka, di akherat sengsara terlunta-lunta, para keturunannya benar-benar habis (sangat menderita), sangat kotor bercampur dengan najis.

/6/ ndah ojat saisining rat, sastra kidung perlambang miwah mingsil, aja pepéka ing ratu,rumegsa ing nalar mulya, endi lire ingkang anjodheri laku, kang ngasoraken cilaka, ambubrah ing nalar becik.

menjadi pembicaraan seisi dunia, pengetahuan dari kidung perlambang serta nasihat, jangan sembrono terhadap raja, jagalah dengan akal mulia, manakah sesungguhnya yang menganggu perjalanan, yang mengalahkan celaka, yang menghancurkan akal baik.

/7/ tuwa anom éstri lanang, gedhé cilik sudagar miwah tani, nadyan ingkang bongsa luhur, yén ngambah bebotoha, ngadu-adu rérékan apus ing apus, kurang gawéné wong gesang, dadi karem ing bilahi.

tua- muda, pria-wanita, besar-kecil, pedagang serta petani, walupun dari golongan orang luhur, namun bila terlibat perjudian, dalam aduan tipu muslihat, bagi orang hidup itu kurang kerjaan, menjadi tenggelam dalam kesengsaran.

/8/ wus pesthi ing alam donya, sajeg urip tuman dadi gegingsir, yén wus tuman anelutuh, mungguh wong lara awak, nora kena tinambanan saya ngrutuh, goroh cilakané muyab, lumuh seka lir ing kardi.

sudah pasti di dunia, selama hidup ketagihan tidak berubah, apabila sudah ketagihan maka keterusan, ibarat orang yang sedang sakit, tidak dapat diobati justru semakin menjadi-jadi,  bohong celakanya kemudian,  enggan terhadap semua pekerjaan.

/9/ lumuh saka liring sukma, lawan lumuh penggawé sangking gusti, lumuh mikir somah sunu, lumuh tani nyudagar, lumuh lumrah tata kramaning wong ngurus, tan kena angambah praja, néng désa dadi waweri.

enggan terhadap Tuhan, serta enggan terhadap pekerjaan dari atasan (pimpinan), enggan memikirkan anak istri, enggan bertani dan berdagang, enggan melaksanakan tatakrama yang lumrah terhadap orang-orang berperilaku baik, (orang tersebut) tidak boleh menapakkan kaki di kerajaan, di desa menjadi perusuh.

/10/ kena wilalat ing jagat, wus pinesthi tan kena awor jalmi, ngakena mari tan tuhu, manungsa papesotan (18), léwér sembér anduwéni wirang wedhus, kekéwan kena dén ajar, botoh nora kena mari.

terkena pengaruh negative dunia, sudah pasti tidak boleh berbaur dengan manusia, mengaku sudah berhenti namun sebenarnya tidak, manusia atau setan yang sangat kacau, kambing pun memiliki perasaan malu, hewan dapat diajari, penjudi tidak dapat berhenti.

/11/ marine sangking panggobal, mlocot cancut sinarang ing sasami, jajedhegé ngapus-apus, wus kepatén pasaban, dheradhasan kapipit adiling ratu, yén agarab harta suwang, sekala akumat malih.

berhenti dari pekerjaan itu, ibarat kulit tersayat segera dijauhi teman-temannya, berbohong tidak bisa apa-apa lagi, tidak memiliki tempat berinteraksi, dan lagi telah tersudut oleh pengadilan raja, bila mendapat uang, langsung kambuh kembali.

/12/ tobating batoh keparat, ngaku mari yén durung pendhak warsi, sayekti aja ginunggung, lawan ananing jagat, kuna mula yén bebatoh luput-luput, kang nyina ing solah nétya, kaliwat tal amor jalmi.

tobatnya penjudi busuk, mengaku telah berhenti jika belum satu tahun, sungguh jangan dihitung, dengan keberadaan dunia, pada zaman dahulu jika berjudi bisa-bisa terhina, dengan raut muka, sangat dijauhi manusia.

/13/ malih margining cilaka, yén wong urip/é/ nyenyekrok amadati, gegulang mangan naptyan, iku bubrah kang tata, raga rusak bencirih ing karya ngepluk, bolnya kinarya kasukan, umur ira mendap-mendip.

lagi penyebab celaka, yaitu apabila seseorang hidupnya untuk menghisap candu, senang memakan candu yang belum dimasak,  itu merusak aturan,  badan rusak mudah terkena penyakit, malas bekerja,  hanya dibuat bersenang-senang,  umurmu tinggal sebentar lagi.

/14/ yén koncat taklir wong payah, petagiyan conto sebarang kardi, riyak umbel dadi mungsuh, Allahnya derodosan, prembah-prembéh ngising papedhotan usus, dalinding awor lane rah, yékti aji tai anjing.

jika kehilangan nyawa seperti orang yang menderita, pengambilan kembali segala pekerjaan, dahak, ingus menjadi musuh, Allah mengejar dosa-dosanya, buang air besar kesakitan hampir menangis, ususnya terputus, tanda-tandanya bercampur darah, sungguh masih berharga kotoran anjing.

/15/ kari animpal kéwala, nora kenan dén ukumi wong urip, yén wus nyerat masang angkuh, kaya wong dhéwé lanang, pengrasané sapa sira sapa ingsun, aku wong guna istiyar, wruh rasané luwih-luwih.

tinggal membuang saja, tidak bisa dihukum oleh manusia, apabila telah menghisap candu kemudian berbuat angkuh, seperti laki-laki sendiri, yang dipirkan adalah siapa diri mu siapa diriku, saya adalah orang yang telah mengusahakan berbagai macam kebisaan, tahu rasanya hal-hal yang istimewa.

/16/ umuk ngupaya wang gangsar, sugih sanak lan wong saba bengi, (19) pengrasa tan ana ratu, Hyang Allah Rasulolah, mung dhéwéké kang jumeneng bérak basu, iku sarta lir wong édan, tangané pating guriming.

memperlihatkan kemudahan dalam berusaha mencari uang, banyak saudara dan orang yang senang keluar malam, perasaannya merasa bahwa tidak ada raja, Allah dan Rasulullah, hanya dirinyalah yang berdiri sebagai kotoran anjing, itu seperti orang gila, tangannya ke sana ke mari.

/17/ dhidhis sarya salusuran, bliyar bliyur napasé menggrak-menggrik, jelajor jégang atimpuh, yén sampun mendem niba, dén grijaga déning gajah wolung puluh, éca kepati anéndra, wus lali lamun wong urip.

duduk santai tidak beraturan, lemah nafasnya tersengal-sengal, lemah nafasnya tersengal-sengal, duduk selonjor mengangkat kaki bertimpuh, bila telah mabuk langsung jatuh, merasa dijaga gajah sebanyak delapan puluh ekor, tidur enak seperti orang mati, sudah lupa bahwa sedang menjadi di manusia.

/18/ iku penggawé cilaka, iku nistha kekompra gembring baring, nora kalap kayanipun, mung mendem patagiyan, sajeg jumleg nora kedunungan patut, datan angsal pangawula, nora tepung ing sasami.

itu perbuatan yang mencelakakan, itu hal yang nista, ceroboh, setengah gila, tidak ada gunanya, hanya mabuk ketagihan, selamanya tidak memiliki kepatutan, tidak mendapat pengabdian, tidak kenal sesama.

/19/ sinarang déning kaka/n/dang, sagunging wong samya ngipat-ipati, ajember ngethuh tur kepluk, jero ing ngadhem panas, jrih ing karya wedi alelungan nglurug, kantar ngaus sampun lepas, katanggor awrat kapesing.

disingkiri sanak saudara, semua orang menyumpah serapahi, kotor, ceroboh, lagi pula malas, merasa dalam suasana panas dingin, takut terhadap pekerjaan, takut penempuh perjalanan jauh, perasaannya telah mumpuni, namun demikian mendapat kendala buang air besar.

/20/ yén tuwuk panyekrok ira, pangisingé saejam wurung uwis, mokrang dangu prengat-prengut, nadyan ginebugan, tinabokan binada sayekti tutut, nglakoni pretahing bérak,  dhedhel mengkelang (20) tan mijil.

bila telah makan kenyang, buang air besarnya satu jam belum selesai, berjongkok lama dengan muka masam, walaupun dipukuli, ditempeleng, diikat sungguh tetap menurut, saat ingin buang air besar, sembelit, keras, tidak keluar.

/21/ andadra angombra-ombra, apanas kéh ingkang samya kemelip, lawan kéwan- /kéwan/ sanésipun, manungsa pan sinungan, nampik milih istiyar saurung kuntung, aja kongsi kaya kéwan, wruhnya sawusé pinanggih.

semakin menjadi-jadi, di antara sejumlah makhluk hidup, dan hewan-hewan lainnya, manusia diberi hak, untuk menolak, memilih, berusaha sebelum datang keberuntungan, jangan sampai seperti hewan, yang baru tahu setelah mengalami.

/22/ yén tan énget sakan paran, nora kétung gesang wekasan pati, datan welas mring nak putu, satemah sia-sia, yékti nora ngemungaken raganipun, datan kena sinelakan, tedhak turun anglabeti.

apabila tidak menyadari asal mula dan tujuan hidup, tidak memperhitungkan bahwa hidup berakhir dengan kematian, tidak kasihan terhadap anak cucu, yang mengalami penderitaan, sungguh tidak hanya badan pribadi (yang menderita), yang tidak dapat dielakkan, keturunannya pun ikut terpengaruh.

/23/ angluwihi sia-sia, nganiaya marang kang kari-kari, sadéné mring jasatipun, rusak tanpa karana, awiwitan marga sangking nalar busuk, memadati lawan bangsat, katula katali-tali.

lebih dari menderita, menganiaya pada keturunannya yang kemudian, alasan jasatnya, rusak tanpa sebab, bermula karena nalar yang bodoh, menghisap candu bersama (teman) bangsat, (akhirnya) sengsara terlunta-lunta.

/24/ nelutuh jembering jagat, donya kerat anéng sasoring jenis, krerana manungsa iku, sinilih ing datolah, misah ngumpul kalawan sipat rong puluh, yén salah luwih cilaka, yén mulya luwih kakasih.

jorok, mengotori dunia, di dunia akherat berada di bawah sesama, sebenarnya manusia itu, dipinjami oleh Dzatullah, yang terpisah dan sekaligus menyatu dengan keduapuluh sifat, jika melakukan kesalahan akibatnya lebih celaka, bila mulia akan lebih disayangi.

/25/ pitung bumi pitung jagat, kamulyané kang gadhuh wong angsal sih, bédha lan sanésipun, kéwan myang (21) cecukulan, nora duwé siksa myang ganjaranipun, wus narima ing satitah, tur tan pinilihing widi.

tujuh bumi tujuh dunia, kemuliaan orang yang (menyadari telah) meminjam mendapat kasih sayang, berbeda dengan makhluk lainnya, hewan dan tumbuhan, tidak memiliki siksa dan pahala, hanya menerima apa adanya, lagipula tidak dipilih Tuhan.

/26/ sanadyan para malékat, widadari tan luwih sangking jalmi, lamun pinintanan agung,sapakoning Hyang Suksma, dalil Kuran kang kasebut kun pa ya kun, sarupané kadadéyan, kang gumelar bumi langit.

walaupun para malaikat, atau bidadari tidak lebih dari manusia, tetapi tempat bagi permintaan Tuhan, perintah Tuhan, dalam ayat Quran ada disebutkan dengan qun fayakun, segala kejadian, yang terhampar di bumi dan langit.

/27/ tan luwih sangking manungsa, sihing suksma réh sinung nampik milih, nata prenataning tuwuh, ajaga jejeging rat, namung ngejem mempre mirip karkatipu, punika lamun jin Islam, nanging tan padha lan jalmi.

tidak ada yang melebihi manusia, karena mendapat kasih sayang Tuhan (manusia) diberi hak menolak, memilih, raja mengatur kehidupan, menjaga dunia supaya berdiri tegak, hanya mempunyai niat menyerupai, itu tempat bagi jin Islam, tetapi tidak sama dengan manusia.

/28/ mila lamun ana tindak, ngrusak urus dadya suckering bumi, sangar sinangar ing tuwuh, kena ing penagiyan, tan rumongsa kinarsan ingkang panebut, sinilih dating pangéran, dilalah milih bilahi.

asal ada tempat melangkah, merusak aturan, menjadi kotoran bumi, menyebabkan celaka, maka disingkiri makhluk hidup, mendapatkan balasan, tidak merasa bahwa, meminjam kepada Tuhan, kebetulan memilih celaka.

/29/ nadyan ta samya manungsa, mongka wonten pinilih dadya ngarsi, niyaka nira reh rahayu, among saliring titah, pangkat-pangkat tinundha kang undha usuk, nabi wali myang ulama, ratu satriya bupati.

meskipun semua manusia, tetapi ada yang dipilih menjadi resi, penuntun mencapai keselamatan, memikirkan takdir diri sendiri, urut-urutan golongan yang berbeda-beda, nabi, wali, dan ulama, ratu, satria, bupati.

/30/ padhané sayekti padha, namung kari jujuluk ulul amri, ing rubyat sampun kasebut, pethétaning manu(ng)sa,sadurungé bumi langit kasebut, ulul amri wus pininta ulul amri, maréntah sakéhing urip.

pada akhirnya sama, hanya mempunyai sebutan ulul amri, di dalam rubiyat sudah disebut, penciptaan manusia,  sebelum bumi, langit diciptakan, sudah diminta, memerintah sepanjang hidup.

/31/ U(22) rip samya ing nguripan, déning suksma amrih karkating bumi, mila sagunging tumuwuh, aja anilar warah, susar -susur yén kesarung temah busuk, nora ngrungoaken ujar, wuruking mata lan kuping.

hidup karena dihidupi, oleh Tuhan supaya menjadi berkah dunia, oleh sebab itu makhluk hidup, jangan meninggalkan petunjuk, bila salah kemudian terjerumus akhirnya akan tertimpa musibah, tidak mendengarkan perkataan, pemberitahuan mata dan telinga.

/32/ iku wong datan panalar, mungkir lamun Allah Subkanalahi, wong bener wenang aprunggal, kang jember néng naraka, nalar iku luwih santosaning tuduh, kang duwé kang murbéng alam, pagéné nora ngéstuti.

itu adalah orang yang tidak menggunakan akal, memungkiri Allah sebagai Tuhan yang Maha Suci, orang yang benar berhak terputus jarak, yang lebar dengan neraka, akal merupakan petunjuk yang sentaosa, yang memiliki yang memelihara dunia, namun mengapa tidak menurut?.

/33/ pamuji lawan panembah, sangking nalar tuwuh néng wong berbudi, nora sangking kompra penggung, gegembring tanpa iman, dalil Kuran Alahu Samat kasebut, sapinuduh dén lakoni.

pemujaan dan penyembahan, tumbuh dari pada orang yang memiliki sifat ikhlas, bukan dari orang yang ceroboh, bodoh, gila tanpa kepercayaan, ayat Al Quran dari Allah Subhanawataala menyebutkan nora kena sesembranan tidak boleh menyepelekan, semua petunjuk dan harus dijalani.

/34/ saraté  samat pranyata, anglangkepi mengku salir kumelip, yén manungsa ora urus, agolék nalar liyan, pralambangnya lir mina milar ing ranu, amesthi luwih cilaka, buthuk binadhong ing anjing.

sebab syaratnya jelas, melengkapi dan menjaga segala makhluk hidup, jika manusia tidak memeliharanya, mencari pemikiran lain, ibarat seperti ikan yang melompat dan minggir dari air, pasti lebih celaka, membusuk dan dimakan anjing.

/35/ nabi wali myang ulama, para ratu satriya myang bupati, Allah tan milih kang busuk, tan liyan /kang/ berbudiman, karantené yén ana wong gemblung bingung, maido kodrat iradad, wong lumaku dén jajuwing.

nabi, wali, dan alim ulama, para raja, satria, dan bupati, Allah tidak akan memilih dari mereka yang bodoh, namun tidak lain dari orang yang baik hati, oleh sebab itu bila ada orang yang bodoh dan bingung, tidak mempercayai kodrat dan iradat, orang yang berbuat demikian akan dihancurkan.

/36/ wong tuman kasurang-surang, yén tan arsa ngrungu pitutur becik, yén wong tan (23) wruh ujar-ujar, bongga degsura pugal, wuta magagob mogira amberung, karem marang kaluputan, muyab tur kena ing sarik.

orang yang terus melakukannya akan terlunta-lunta, jika tidak mau mendengarkan nasihat yang baik, jika orang itu tidak mengerti perkataan yang baik, sombong, sok, kasar, buta mata, tangan menyerang, seperti kerbau gila yang tidak menurut, menyukai kesalahan, dengki, maka akan tertimpa bencana.

/37/ andadra ing ngombra-ngombra, bosen urip lumuh mangan rejeki, wong kapengin di kakepruk, binebek punang sirah, dén pepukang pinurakéng marga catur, kinarya pangéwan éwan, amrih aja dén ulari.

lama kelamaan justru semakin menjadi-jadi, bosan hidup enggan makan rezeki, orang itu ingin dipukul, dipukuli kepalanya, dijadikan seperti monyet yang sangat menyedihkan di perempatan jalan, sebagai bahan ketidaksenangan, supaya jangan menulari.

/38/ lirna ing aran kukumbah, nora tanpik tinandhesaning adil, drubegsa ambubrah urus,manungsa cacah-cucah, nyunyukeri angambah buminé /ng/ ratu, ngrariwuk ngrubéda nalar, jajelantah wong gegingsir.

oleh sebab itu disebut dihukum, tidak menolak (sesuatu) didasarkan hasil, makhluk halus penunggu hutan merusak aturan aturan yang baik, manusia menjadi sangat buruk, mengotori ketika menginjak tanah milik raja, menganggu dan mengacaukan pikiran, perbuatan buruknya telah diketahui orang sehingga (dia) menyingkir.

Salam 3S
Teguh Rahayu Wilujeng

Wong Wadon

Wanita itu berasal dari bahasa Jawa yang berarti wani ditata.
Dalam perkawinan, istilah kanca njengking :-D (wingking), yakni bahwa perempuan adalah teman di dapur . Konsep swarga nunut, neraka katut (ke surga ikut, ke neraka pun turut) juga menggambarkan posisi perempuan Jawa yang lemah sebagai seorang istri.

Dalam kehidupan perempuan Jawa sering kita dengar istilah masak, macak, manak yang artinya pandai memasak, pandai berdandan atau bersolek, dan bisa memberi keturunan,… hehehehe,… sepertinya gak jauh jauh dari sumur, dapur, dan bergoyang di kasur,…wkwkwkwk

1. Masak
Wanita atau perempuan Jawa tidak sekadar membuat/mengolah makanan, melainkan memberi nutrisi dalam rumah tangga sehingga tercipta keluarga yang sehat. Dalam aktivitas memasak pula seorang wanita harus memiliki kemampuan meracik, menyatukan, dan mengkombinasikan berbagai bahan menjadi satu untuk menjadi sebuah makanan. Ini adalah wujud kasih sayang istri terhadap seluruh anggota keluarga.

2. Macak
Macak adalah bersolek atau berhias. Jangan dimaknai hanya sebagai aktivitas bersolek mempercantik diri. di dalamnya terkandung makna menghiasi atau memperindah bangunan rumah tangga. Juga mempercantik batinnya supaya memiliki sifat yang lemah lembut, ikhlas, penyayang, sabar dan mau bekerja keras.

3. Manak
Manak artinya melahirkan anak.Tidak semata proses bekerja sama dengan suami dalam membuat anak, mengandung dan melahirkan seorang buah hati. Akan tetapi mengurus, mendidik, dan membentuk karakteristik seorang anak hingga menjadi manusia seutuhnya.

Menurut Ronggowarsito sedikitnya ada 3 watak perempuan yang jadi pertimbangan laki laki ketika akan memilih, yaitu :

1.Watak Wedi, menyerah, pasrah, jangan suka mencela, membantah atau menolak pembicaraan.
Lakukan perintah laki-laki dengan sepenuh hati.

2.Watak Gemi, tidak boros akan nafkah yang diberikan.
Banyak sedikit harus diterima dengan syukur. Menyimpan rahasia suami, tidak banyak berbicara yang tidak bermanfaat. Lebih lengkap lagi ada sebuah ungkapan, gemi nastiti ngati-ati. Kurang lebih artinya sama dengan penjelasan gemi diatas. Siapa laki-laki yang tidak mau mempunyai pasangan yang gemi?

3.Watak Gemati, penuh kasih.
Menjaga apa yang disenangi suami lengkap dengan alat-alat kesenangannya seperti menyediakan makanan, minuman, serta segala tindakan. Mungkin karena hal ini, banyak perempuan jawa relatif bisa memasak. Betul semua bisa beli,tetapi hasil masakan sendiri adalah sebuah bentuk kasih sayang seorang perempuan di rumah untuk suami (keluarga).

Salam 3 S
Teguh Rahayu Wilujeng 
 

Libanon

Guru Sejati vs Panca Indera



A : Panca Indera
B : Guru Sejati


A : menurutku agama adalah jalan kebenaran.
B : menurutku agama adalah jalan menggapai kebaikan, kearifan, dan kebijaksanaan dalam hidup.

A : berarti kebenaran menjadi tidak penting ?
B : memang apa pentingnya berbicara kebenaran, jika hasilnya membuat kerusakan bumi dan bencana kemanusiaan ? Jika kita bicara kebenaran, terlalu repot melakukan verifikasi kebenaran itu sendiri. Sebab kebenaran bukan hanya sekedar jargon, omonge, jarene, kata ini dan kata itu. Tapi buktikan sendiri. Kebenaran bukan ada dalam kulit yg penuh keberagaman. Itulah sebabnya, anda baru menyaksikan kebenaran dengan mudahnya pada saat memasuki dimensi HAKEKAT. Hakekat, adalah nilai yg merambah universalitas universe, dapat dirasakan oleh seluruh makhluk, oleh manusia segala macam bangsa, suku, dan semua umat berbagai agama. Jika hanya dirasakan oleh salah satu suku, ras, agama, golongan, hal itu belumlah merupakan nilai hakekat. Artinya, nilai-nilai masih terkait dengan cara pandang subyektif, dan kepentingan pribadi.


A : contohnya ?
B : gula pasir itu manis, merupakan sesuatu yg pasti, dan lidah semua org bisa merasakan bahwa gula itu manis. Gula adalah unsur ragawi atau “kulit” (sembah raga), sementara rasa manis adalah hakekatnya (sembah rasa). Nah, rasa manis tidak hanya dimiliki oleh gula pasir, ada gula jawa, gula merah, gula aren, gula-gula, sakarin, madu, sari bunga, getah pohon, jagung, sari buah, dan sebagainya. Itulah agama atau keyakinan, yang sepadan dengan berbagai materi yg manis tersebut. Anda ingin merasakan rasa manis, anda bebas memilih mau pake gula merah, gula pasir, gula aren, sakarin atau pemanis buatan, sari buah, madu, jagung (tropicana), atau yg lainnya semua terserah pilihan anda, mana yang paling anda sukai dan pas dengan selera lidah anda. Nah…apa yg terjadi dengan umat beragama di dunia ini ? Yaitu tadi…berebut saling mengklaim bahwa rasa manis hanya bersumber dari gula pasir, umat yg lain bilang salah itu keliru dan sesat, karena yang bener sumber rasa manis adalah berasal dari sakarin. Hahaha….seperti org buta yg pegang gajah. Tapi orang buta tersebut suka menuduh org lain sebagai org buta yg pegang gajah.


A : loh..bukankah agama mempunyai misi menyebarkan kebenaran di muka bumi..?!
B : wahh, daya pikir rasio anda kok terbatas banget ya. Kok ramudheng-mudheng to !. Yah..begitulah misi agama, bahkan banyak agama misinya ya demikian itu…menyebar dan mengkampanyekan kebenaran, tapi itu tidak menjamin dunia ini tenteram dan damai ?


A : loh kok kontradiksi dengan misinya ?
B : sudah jelaskan … apa hasilnya? masing-masing agama saling berebut dirinyalah yg paling bener, bahkan terkesan memaksakan diri mbener-benerke ajarane dewe-dewe !


A : tapi bukankah hanya ada satu agama yg benar ?!
B : semua agama bisa mengklaim demikian, dirinyalah yg paling benar.


A : ahh…jadi bingung saya !
B : agar tidak bikin bingung, … hormati saja agama yg menebarkan kebaikan. Bukan agama yg cari benere dewe !


A : agama yg menebarkan kebaikan belum tentu benar !
B : juga belum tentu TIDAK benar !


A : lantas bagaimana kita harus mensikapi agama supaya lebih arif dan bijak ??
B : agama hanya perlu keyakinan anda !


A : berarti saya cukup yakin saja ?
B : semua agama hanya berdasarkan keyakinan. Rasakan saja…jangan pake nalar, agama yg paling pas dengan jiwa dan membuat nurani anda tenteram.


A : tidak semua agama hanya berdasarkan keyakinan saja, artinya, agama atas dasar kebenaran !
B : mana buktinya ?!
 

A : agamaku !
B : itulah contoh orang yg barusan kita bahas, merasa diri paling bener !


A : lalu bagaimana idealnya sikap saya terhadap agama saya ?
B : saya ulangi, cukup dengan yakin, dan jadilah orang yg bijak dan arif kepada siapa saja, jangan menyakiti hati dan mencelakai orang lain, dan seluruh makhluk. Tak usah membeda-bedakan apa agama yg dianutnya. Lihat saja perbuatannya yg bisa anda lihat. Jangan menebak-nebak isi hatinya untuk memvonis apakah seseorang baik atau buruk. Anda menebak hati sedndiri saja susahnya bukan main, apalagi menebak hati org lain !


A : kan… seseorang yg tidak punya agama dinamakan kafir, orang kafir pasti celaka hidupnya dan masuk neraka.
B : binatang dan tumbuhan adalah “makhluk” hidup, mereka kafir semua, tetapi hidupnya bukan hanya mendapatkan berkah ilahi, justru lebih mulia menjadi berkah bagi alam semesta termasuk berkah bagi manusia !


A : hmmm…??
B : mereka itulah “umat” yg paling taat pada perintah tuhan, paling setia pada kodrat alam, paling patuh terhadap rumus-rumus alam semesta. Mereka tak pernah menganiaya manusia dan lingkungan alamnya. Tidak seperti manusia.


A : lalu…?
B : saya balik tanya… lebih tepat mana, agama yg menyiarkan kebenaran, atau agama yg menyiarkan kebaikan, bagaimana manusia harus berperilaku baik..?


A : ya jelas…agama yg menyiarkan kebenaran.
B : berarti anda terlalu telmi (telat mikir) atas apa yg dibahas di atas. Carilah agama yg paling ikhlas dan jujur !!


A : bagaimana agama yg ikhlas dan jujur ?
B : Agama yg paling ikhlas adalah agama yang hanya mengajak seluruh manusia berbuat arif dan bijak, berperilaku terpuji dan budi pekertinya luhur (akhlakul karim) tanpa perlu mengajak-ajak, bahkan setengah memaksa orang lain utk bergabung ke dalam institusi agama tersebut. Mau bergabung silahkan mau enggak juga enggak apa-apa. Itulah agama paling ikhlas dan fairplay (jujur).


A : kalau agama yg selalu berusaha mencari pengikut yg sebanyaknya ?
B : itu tak ubahnya “agama” PARPOL. Kegiatannya adalah agitasi, propaganda, kampanye, dirinyalah partai yg paling baik dan benar. Diam-diam institusi agama sudah berubah misi menjadi institusi politik. Mencari pengikut sebanyaknya supaya menjadi kuat dan semakin kuat untuk menyerang dan melawan hantaman musuh.


A : kalau nggak ada musuh ?
B : ya..dibuatlah musuh imajiner, musuh yg dibuat-buat dan diada-ada.


A : kan musuh agama biasanya agama lainnya.
B : itu merupakan kecurigaan anda pribadi, bahkan rasa curiga anda akan meretas kecurigaan umat lain pada anda, begitulah kecurigaan dan sentimen antar agama sudah menjadi “lingkaran iblis” yg sulit dimusnahkan. Jadinya kerjaan umat hanyalah saling curiga-mencurigai. Bahkan di antara umat dalam satu agama pun terjadi perilaku saling mencurigai. Agama menjadi bahan peledak yg setiap saat akan menghancurkan bumi, alias membuat “kiamat” planet bumi ini. Tak ubahnya agama lah yg menciptakan “neraka” bagi manusia.


A : kenapa bisa begitu ?
B : karena agama keluar dari misi sucinya, yakni menebarkan kedamaian, ketentraman dan kebaikan bagi alam semesta seisinya. Agama juga lebih mengutamakan kampanye dirinyalah yg paling benar.


A : apa salahnya ?
B : salahnya, bukankah kebenaran itu perlu kepastian, seperti ilmu pasti, dan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan sains. Itu barulah kebenaran pasti, yg real. Sementara agama merupakan sistem kepercayaan, atau keyakinan.


A : lho…dalam ajaran agama kan ada beberapa kejadian dan sinyalemen atau gejala akan suatu kebenaran dalam realitas alam semesta.
B : sejak abad keberapa kitab-kitab suci semua agama itu ada ? umurnya masih muda bukan ? sementara itu manusia sudah ada sejak (paling tidak) 2 juta tahun silam. Bumi ini ada sejak bermilyar tahun silam. Sebelum agama-agama dengan kitab-sucinya ada, manusia pun telah menemukan berbagai kebenaran tak terbantahkan dalam menjalani kehidupan. Itu juga karena welas asih dan keadilan tuhan. Isi ajaran agama tidak termasuk kebenaran pasti, tetapi berisi ajaran kebaikan, semacam aksioma yang runut dan logis. Namun bisa ditafsirkan dengan multi interpretasi sesuai kepentingan dan kemauan pembacanya. Maka dikatakan kitab itu fleksibel sesuai perkembangan zaman. Ini pengertian yg bias sekali. Alias, isi kitab selamanya tak akan pernah bertentangan dengan penafsiran manusia. Karena sadar atau tidak manusialah yg selalu berusaha (baca; memaksakan diri) utk menundukkan pola pikir dan persepsinya sendiri agar sesuai dengan isi kitab. Itulah kebiasaan manusia selama ini, membiarkan kesadaran dirinya di dalam sangkar emas. Sementara agama banyak mengajarkan ttg kegaiban, lalu manusia buru-buru menyimpulkan bahwa akal manusia sangat terbatas utk memahami kegaiban. Bagi saya kegaiban itu sangat masuk akal, jika tak masuk akal berarti belum tahu rumus-rumus yg berlaku di alam gaib. Jika mengandalkan isi kitab pun kenyataannya sudah mengalami perluasan dan penyempitan makna setelah ditranslate ke dalam berbagai bahasa oleh banyak orang yg memiliki penafsiran beragam corak dan warnanya.


A : apa buktinya … ?
B : lihat saja, begitu banyaknya aliran dan faham dalam satu agama saja. Tidak hanya puluhan bahkan ratusan jumlahnya. Semua itu sudah menjadi hukum alam, bahwa aliran dan faham (mazab) akan selalu bermunculan dan kian banyak seiring perjalanan waktu, sesuai dengan kompleksitas rasio manusia, dan daya nalar yg menimbulkan persepsi dan penafsiran beragam. Apa jadinya kalau mereka saling mengklaim dirinya paling benar ?


A : yaaah…berebut kebenaran atau golek benere dewe. Yang menimbulkan perpecahan, perselisihan, permusuhan, saling curiga, saling menjatuhkan, saling bunuh, saling fitnah.
B : akar segala macam fragmentasi dan kehancuran di dalam satu agama, tidak lain disebabkan oleh penafsiran, persepsi dan pemahaman setiap individu, pengikutnya, dan akhirnya menjadi kelompok besar yg siap bersimbah darah demi kesadaran palsunya.


A : hmmmm…jadi..? agar supaya agama turut andil menciptakan ketenangan batin, ketentraman, dan kaedamaian dunia ini, idealnya tak usah menekankan akan kebenaran dirinya, tetapi lebih mengutamakan kampanye untuk selalu berbuat baik kepada seluruh makhluk. Nah kebaikan kan relatif, masing2 org punya penafsiran pula yg berbeda-beda akan nilai kebaikan itu… ? apa patokannya ? sama saja kan…harus kembali “pemurnian diri” ke kitab dan sunah thok thil. Makin bingung saya !
B : pandangan itu terlalu menyempitkan realitas kemahaluasan hakekat tuhan Yang Mahaluas tiada batas. Idealnya, suatu perbuatan barulah menjadi kebaikan, dengan syarat, tidak menerjang kodrat universe. Kodrat alam semesta. Nilai yang paling universal dan tidak menabrak kodrat alam, adalah setiap perbuatan yang kita lakukan selalu didasari dengan rasa KASIH SAYANG yg tiada bertepi, rasa welas-asih kadya samudra tanpa tepi, welas tanpa alis, kasih sayang yg TULUS, tanpa pamrih. Kecuali berharap saling memberi dan menerima kasih sayang kepada dan dari seluruh makhluk dalam jagad raya ini.




Dari hasil dialog diatas, saya tidak akan mencari siapa pemenangnya, karena hal itu tidaklah penting. 
Yang lebih utama adalah bagaimana kita belajar berdialog dengan tema yang sangat sensitif dan krussial. Siapapun bila sering melakukan dialog dengan diri sendiri (kontemplasi) paling tidak akan mendapat hasil minimal berupa mental yang lebih matang dan emosi yang lebih stabil. Maka semakin sering kita melakukan kontemplasi terutama hal-hal yang sangat kontradiktif akan membawa sikap mental kita lebih arif dan bijak dalam memahami dan memandang kehidupan yang teramat kompleks ini.






salam 3S
Teguh Rahayu Wilujeng